Menurut Pieget unsur yang paling penting dalam perkembangan pemikiran seorang anak adalah mekanisme internal yang disebut dengan ekuilibrium. Ini merupakan self regulasi, yaitu unsur pengaturan dalam diri seseorang berhadapan dengan rangsangan atau rangsangan dari luar. Berhadapan dengan lingkungan luar, seseorang mengalami ketidakseimbangan (Desekuilibrium) dalam dirinya. Sehingga individu akan berusaha membuat keseimbangan (Ekuilibrasi) dengan lingkungannya. Ekuilibrasi ini sering juga disebut motivasi dasar seseorang yang memungkinkannya selalu berusaha memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya. Untuk mengembangkan pengetahuan anak maka seorang anak harus mengembangkan self-regulasi untuk mencapai ekuilibrasi dalam proses pemikirannya.
Regulasi diri adalah suatu sistem dari pribadi sadar seseorang. Misalkan seorang dokter dapat saja memberikan obat pada seorang pasien, dan memberikan nasihat-nasihat yang harus ia lakukan dalam proses penyembuhan. Oleh karena itu, pasien dengan bebas memonitor perilakunya dan mengevaluasi perilaku apa saja yang dapat memberikan pengaruh pada kesehatannya.
Self regulasi menurut Bandura adalah suatu kemampuan yang dimiliki manusia berupa kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. Menurut Bandura seseorang dapat mengatur sebahagian dari pola tingkah laku dirinya sendiri.
Secara umum self regulated adalah tugas seseorang untuk mengubah respon- respon, seperti mengendalikan impuls perilaku (dorongan perilaku), menahan hasrat, mengontrol pikiran dan mengubah emosi (Kowalski, 2000).
Maka dengan kata lain, regulasi diri adalah suatu kemampuan yang dimili oleh individu dalam mengontrol, dan memanipulasi sebuah perilaku dengan menggunakan kemampuan pikirannya sehingga individu dapat bereaksi terhadap lingkungannya.
Individu bereaksi terhadap lingkungannya terjadi secara reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang akan memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif.
Ada tiga proses yang digunakan dalam pengaturan diri, yaitu: memanipulasi factor eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkah laku internal
Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara:
a. Faktor eksternal memberikan standar untuk mengevaluasi tingkah laku kita sendiri. Standar itu tidaklah semata-mata berasal dari daya-daya internal saja namun juga berasal dari faktor-faktor lingkungan, yang berinteraksi dengan factor pribadi juga turut membentuk standar pengevaluasian individu tersebut. Anak belajar melalui orang tua dan gurunya baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, anak kemudian mengembangkan standar yang dapat ia gunakan dalam menilai prestasi diri.
b. Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberikan kepuasan, manusia membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tinkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:
1. Observasi diri (self observation): Dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih dengan selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek lainnya. Yang dipertahankan biasanya sesuai dengan konsep diri.
2. Proses penilaian (judgmental process): Proses penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi, performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan mengalami proses kognitif ,menyusun ukuran-ukuran/norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada standar acuan. Di samping standar pribadi dan standar acuan, proses penilaian juga bergantung pada keseluruhan nilai yang kita dapatkan dalam sebuah aktivitas. Akhirnya, regulasi diri juga bergantung pada cara kita mencari penyebab-penyebab tingkah laku demi menyempurnakan performa.
3. Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif atau negatif perilaku mereka tergantung kepada bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya. Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan, dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi.
Pembelajaran Regulasi Diri
Pembelajaran regulasi diri merupakan suatu konsep yang memunculkan bahwa kita dapat memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan yang kita inginkan. Tujuan tersebut dapat berupa tujuan akademisi (meningkatkan pemahaman dalam membaca, menulis, berhitung atau mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional (mengontrol marah, berhubungan akrab).
Seseorang dalam melakukan regulasi diri memiliki karakteristik, antara lain:
· Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi belajar.
· Menyadari keadaan emosi dan punya strategi untuk mengelola emosi merka dan para siswa.
· Secara periodik memonitor kemajuan menuju tujuannya.
· Mengevaluasi halangan yang mungkin akan terjadi dan melakukan adaptasi jika diperlukan.
Penelitian menemukan bahwa murid yang berprestasi tinggi sering kali merupakan pelajar yang juga mampu belajar mengatur diri mereka sendiri. Dibandingkan dengan murid yang berprestasi rendah, merka yang berprestasi tinggi lebih mampu membuat tujuan yang spesifik, mengutamakan strategi belajar yang efektif, memonitor sendiri proses belajar mereka dan mampu melakukan evalusi secara sistematis.
Guru, tutor, mentor, konselor, dan oranr tu merukan orang yang mampu ikut berperan serta dalam membangun regulasi diri pada anak. Anak belajar membangun regulasi diri dari proses sosialisasi yang didapatkannya. Proses sosialisasi ini sendiri di dapatkan mulai terjalin sejak awal kelahiran. Melalui sosialisasi ini anak belajar adanya standar perilaku, sikap, keterampilan dan motif-motif yang sebisa mungkin tepat dan dapat berperan dalam masyarakat.
Proses sosialisasi sejak bayi ini, menjadi lebih disadari dan sistematis seiring dengan bertambahnya kemampuan anak, berupa keterampilan motorik dan penggunaan bahasa. Pelukan dan pujian yang mereka dapatkan ketika mereka melakukan sebuah keterampilan baru atau larangan saat melakukan sesuatu merupakan sontoh sosialisasi yang secara sistematis mempengaruhi anak. Nilai, kepercayaan, keterampilan, sikap dan motif yang disosialisasikan oleh orang tua dan dinetralisasikan oleh anak akan menjadi dasar perilakunya dalam kehidupan.
Sehingga dapat kita artikan bahwa self regulasi diri dalam proses pembelajaran berbicara tentang kemampuan anak dalam mengatur perilakunya sendiri tanpa adanya peringatan dan pengawasan dari orang tua dan guru. Dengan adanya regulasi diri ini, anka mengetahui dan memahami perilaku yang seperti apa yang dapat diterima oleh orang tua dan lingkungannya.
Barry Zimmerman, Sebastian Bonner, dan Robert Kovach (1996) mengembangkan model untuk mengubah murid yang enggan mengatur diri menjadi murid yang mau melakukan hal-hal, antara lain:
Self – efficacy dapat mempengaruhi murid dalam memilikh tugas, usahanya, ketekunannya, dan prestasinya dibandingkan dengan murid yang meragukan kemampuan belajarnya.
Ketika guru mendorong murid untuk menjadi pelajar yang mau menata diri sendiri maka saat itu pula guru telah menyampaikan bahwa murid harus mampu bertanggung jawab atas tindakannya sendiri, menjadi lebih terpelajar, dan bisa memberikan kontribusi bagi masyarakat. Pesan lain dari proses regulasi diri adalah bahw apembelajaran merupakan pengalaman personal yang memerlukan partisipasi aktif dan ketekunan murid.
ini di ambil dr buku apa ya?
BalasHapusini sumbernya. :)
Hapus• W. Santrock, John. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
• Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Malang: UPT Penerbitan UMM Press
• Djiwandono, Sri esti Wuryani. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pt Gramedia Widiasarana Indonesia
• http://valmband.multiply.com/journal/item/10 (14 Desember 2009 pukul 11:31 WIB)
• psikologi desvi : library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-desvi%20yanti.pdf (14 Desember 2009 pukul 11:34 WIB)
• repository.gunadarma.ac.id:8000/wardoyo-hen_29-40_1454.pdf (14 Desember 2009 pukul 11:55 WIB)
• http://en.wikipedia.org/wiki/Self-regulated_learning (18 Desember 2009 pukul 18:18 WIB)
• http://en.wikipedia.org/wiki/Self-Regulation_Theory (18 Desember 2009 pukul 18:19 WIB)
• http://cookies-loker.blogspot.com/2009/01/social-cognitive-perspective-in-p.html (21 Desember 2009 pukul 12:31 WIB)
• http://psychobeet.blogspot.com/2008/01/konsep-regulasi-diri-bandura-terhadap.html (21 Desember 2009 pukul 12.35 WIB)
Barry Zimmerman, Sebastian Bonner, dan Robert Kovach (1996) untuk kutipan tsb adakah refrensi nya?
BalasHapus