Di dunia ini, Tidak ada
sekolah yang mengajarkan bagaimana menjadi orang tua. Terlebih tentang
bagaimana mendidik anak dan menjadi orang tua yang baik. Ketika kita berbicara
tentang orang tua adalah mereka ayah dan ibu. Keduanya memiliki peranan penting
dalam tumbuh kembang seorang anak. Namun demikian, Ibu merupakan tokoh yang
memberikan pengaruh lebih pada anak. Mulai dari bagaimana seorang ibu
memberikan asupan gizi ketika dalam kandungan hingga mendidik anak tersebut.
Ibu
Itu Bunda
Ketika aku masih kecil,
aku sering kebingungan kenapa ibuku memilih untuk dipanggil Bunda ketimbang
sebagai Ibu atau Mamak (red : Mamak =
kebiasaan orang Aceh) dalam memanggil orang tua wanita. Maklum saja, waktu itu
sebutan bunda masih jarang terdengar diwaktu itu. Namun akhirnya rasa penasaran
itupun hilang dan terjawabkan. Kata bunda, nama panggilan itu lebih dekat di
hati dan sifatnya tidak hanya bersifat penyayang sebagai orang tua, namun juga
bisa menjadi sahabat. Nice. Aku setuju dengan itu. Hal itu juga senada dengan
sebuah lirik lagu Bunda milik Melly Goeslaw,
“Oh
bunda, ada dan tiada dirimu ‘kan selalu ada
di dalam hatiku”.
Bunda
dan Kandunganya
Waktu itu, aku sudah
memasuki usia 6 tahun dan bunda sudah kembali hamil adik kecil kami yang
bernama Miftah. Masih terekam jelas dalam ingatanku, ketika itu aku berada di bangku
sekolah kelas 2 MIN. Selalu. Ketika aku pulang sekolah bunda sering terlihat
sedang berada dalam posisi mengaji Al-Qur’an. Melewati lembar per lembar mushaf tua di rumah kami. Tidak hanya
itu, bahkan hampir setiap selepas shalat ia tetap saja melanjutkan murattal-nya tersebut.
Kadang kala, aku
bertanya-tanya apa beliau tidak keletihan dengan rutinitas barunya itu? Atau
kebosanan? Ternyata ketika aku menanyai beliau waktu itu, beliau hanya menjawab
sambil tersenyum.
“Bunda
baca surat al-Kahfi biar adek bayinya nanti pintar, Baca surat Maryam biar dia
jadi anak yang tegar, dan baca surat Yusuf biar dia cantik, dan yang lebih
terpenting biar dia cinta baca al-qur’an”
Sekolah
dan Nilai VS Keberanian dan Tampil
Jika ayahku lebih
menekankan kami untuk bisa mendapatkan nilai yang bagus di sekolah dan mampu
pelajaran, bunda lebih sering meminta kami untuk berani dalam segala hal. Bunda
selalu mengingatkan untuk berani maju ke depan jika bisa dan tampil di hadapan
orang banyak. Maklum saja menurutku, hal ini mungkin dikarenakan beliau adalah
Qariah dahulunya.
Pernah suatu hari, aku
mengikuti sebuah perlombaan menulis di Aceh. Awalnya aku sedikit ragu-ragu
untuk meyerahkan naskah drama itu, namun bunda dengan bersemangatnya membaca
dan menyuruhku untuk memberikan naskah itu segera.
“Meskipun
kita ini perempuan, harus berani, harus tampil ke depan”, kata
Bunda.
Kepemimpinan
dan Aku
Beberapa waktu yang
lalu, aku memiliki kesempatan untuk studi
di Malaysia. Kenyataannya, aku juga menjadi ketua umum di salah satu
organisasi di kampus. Kebetulan organisasi tersebut baru saja dirintis di
antara seluruh mahasiswa. Banyak hal yang membuatku jatuh dan kadang ingin
membuang jauh-jauh jabatan tersebut. Melupakan dan menyerah tentang bagaimana
menjadi pemimpin di antara orang banyak. Meskipun aku tahu bahwa itu adalah
proses untuk belajar.
Tidak hanya itu, awalnya
aku hanya menghadapi orang-orang yang berbeda pikiran dan persaingan untuk
menjadi pemimpin saja, apalagi notaben-nya
aku adalah wanita. Namun ternyata aku juga mendapatkan fitnah tentang
kepemimpinanku. Aku lelah. Sering kali aku membiarkan tubuh jatuh dan mata mengering
mengeluarkan air mata. Namun wanita yang bernama bunda itu selalu menjadi
penyemangatku dan penyapihku. Hingga saat ini, aku masih saja mengingat
kata-kata beliau.
“Be
Kreuh!”. (yang kuat/keras)
Setelah banyak hal yang
aku alami selama ini, aku merasa bahwa menjadi seorang ibu adalah sebuah
pilihan, bukan keharusan. Kita bisa saja menjadi orang tua, namun belum tentu
kita bisa menjadi sahabat untuk seorang anak. Maka tak salah jika tidak ada
satupun pelajar di sekolah yang mengajarkan tentang bagaimana menjadi ibu,
terlebih tentang mengajari anak menjadi pemimpin. Namun demikian, berikut ini
ada beberapa hal yang mungkin dapat ibu-ibu lakukan dalam membangun kepribadian
anak.
Membangun kepribadian
anak
Membangun kepribadian
anak tentunya adalah hal yang sangat penting karena hal itulah yang membuat
anak menjadi ‘apa’ dan ‘siapa’ iya di masa yang akan datang. Dalam ilmu Psikologi, adanya tindakan reward dan punishment dalam perilaku anak memberikan efek yang baik untuk
membentuk perilaku anak. Misalnya, ketika anak suka membantu orang lain, maka
pujilah dia. Tidak ada salahnya kadang kala kita sedikit memberikan hadiah
untuknya. Selain itu, menyemangati/mendorong perilaku-perilaku yang positif
juga memberikan pengaruh yang baik untuk anak.
Menjadi sahabat anak
Sedikit ibu yang saat ini mampu menjadi
sahabat untuk anaknya sendiri. Anak tidak hanya memerlukan kebutuhan secara
finansial dan pendidikan. Menumbuhkan rasa percaya pada ibu juga sangat penting
sehingga anak akan dapat menjadikan anda sebagai tempat ia berkeluh-kesah di kemudian
hari. Percayalah, bahwa tindakan tersebut tidak akan membuat ibu tidak
dihormati oleh anak, bahkan anak akan lebih mempercayai ibu daripada orang
lain. Bahkan anak akan bercerita tentang teman-teman dan hubungannya dengan
lawan jenis.
Peduli tentang nutrisi
anak.
Memperhatikan tentang
apa yang dimakan dan dikonsumsi anak merupakan langkah awal yang penting
terlebih di saat ini banyak beredar junk
food seperti burger, sosis, dan lain sebagainya. Makanan-makanan tersebut
memberikan pengaruh pada anak dan juga akan memberikan efek pertumbuhan dan optimalisasi
dalam perkembangannya. Baik itu kandungan dalam makanan yang dikomsumsi maupun
kebersihan makanan itu sendiri. Kedua-dua hal tersebut akan memberikan efek
dalam tumbuh kembang anak. Dalam Islam sendiri, al-Qur’an mengajarkan bahwa
sangatlah penting makanan baik dan halal untuk dikonsumsi oleh seseorang.
Demikianlah tulisan
saya. Semoga bermanfaat untuk kita semua. ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar