rel='shortcut icon'/>

Rabu, 13 Juli 2011

Lima

Apa kabar ayah d sana? Apakah bahagia dengan kriman 'kul' dan do'a dari kami? Semoga saja.
Ayah, 5 bulan sudah, Rasanya banda aceh semakin sesak dan menjemukan untukku. Berawal dari tragedi kepergianmu meninggal kami di rumah yang kita bangun dulu. Masih ku ingat, saat selepas pulang kampus kakak menelponku sambil bergetar suaranya menyuruhku bergegas ke rumah sakit umum di kota kita. Dengan sebuah informasi bahwa ayah jatuh sakit. Seketika itu kepalaku dipenuhi oleh berbagai macam pikiran yang membuatku ketakutan. Tak lama kemudian, aku sampai di rumah sakit dan tumpah ruah semua air mataku, melihat ayah terbaring di UGD dengan suara nafas yang sesak dan bersautan dengan suara alat perekam detak jantung. Ketika ayah terbatuk-batuk, alat perekam tersebut mengeluarkan suara panjang.
Hingga akhirnya, bunda datang dan mengucapkan kata-kata 'bang, pemeuah dosa lon beuh', dan akupun kembali menangis di balik jilbabku. Lalu, malam harinya, kami memutuskan memindahkanmu ke rumah sakit lain di kota kita. Hari itu, hanya aku dan miftah yang tetap di rumah dan menjaga rumah.

Selama di rumah sakit, aku tetap saja , melihat ayah dengan alat-alat itu dan dengan suara sesak nafas dan batuk yang keras. Masih jelas terekam bagaiman setiap saat air mata tidak berhenti mengalir setiap ayat-ayat milik-Nya kami bacakan di sisimu. Aku juga masih ingat, bagaiman kuliahku selama seminggu itu dengan tidak sedikitpun masuk ilmu yang diberikan oleh dosen.

Ayah, kadang aku berfikir cepat sekali pergimu.
Hari itu, jam 12 siang. Aku mendapatkan sms sekaligus sebuah telpon yang mengatakan untuk segera ke rumah sakit 'ayah kritis'.

Sesampai disana, kamipun mengantarkan kepergianmu. Pertama aku memasuki ruangan itu aku mengigil, karena tahu bahwa izrail sedang di sana. Akupun ikut membisikkan 2 kalimat syahadat untukmu. Sesekali bertakbir dengan suara yang pelan, takut-takut ayah tidak menangkap suara kami. Hingga akhirnya dosen berkata engkau telah pergi. Akupun menutup wajahku dan bergerak mundur dari tempat tidurmu. Sesak sekali rasanya.

Hari-hari terus kami lalui hingga banyak hal yang terjadi, mulai dari rencana-rencana masa depan kami yang harus semakin kami tanam di dada, sebagai sebuah janji denganmu, bagaimana cara membangun perasaan hidup kembali atas kepergianmu, kepergian keponakan kembarku bersama ayah, nenek yang tiba-tiba lumpuh sebelah dan harus di rawat di rumah sakit sebulan dan kini di rawat di rumah. Hingga hari-hariku, yang membuatku sakit.

Masa ujian seperti mainan yang menyebalkan untukku, aku sering dilanda kebosanan dan tidak bisa berkonsentrasi, hingga nilai-nilai midterm-ku turun namun alhamdulillah nilai semesterku kali ini masih tetap dapat bertahan bahkan mencapai target. Sesuai janjiku pada ayah.

Masa praktikum seperti berada dalam mimpi dan seakan-akan semua tulisan-tulisan laporan itu hanya sebuah omong kosong yang aku buat tanpa pernah aku berkeinginan tahu benar atau tidak. Tak hanya itu, masa pengajuan judul skripsi sangat menyebalkan. Buku-buku berserakkan di kamarku seperti menertawaiku karena aku tidak juga menyelesaikan judul itu dengan mudah. Tanpa ada satu orangpun yang bisa memberikan semangat untukku dan berbagi pikiran, seperti yang biasanya ayah lakukan. Aku pikir itu masa aku akan menjadi gila.

Lalu, masa aku jatuh dan kembali sakit dengan sebenarnya sakit. Tentang seseorang yang tetap kuanggap sebagai sahabat. Aku tidak bisa membencinya.
Yang perlu aku lakukan adalah terimakasih dan maaf untuknya.

Ah, ayah... Aku ingin sebentar saja bertemu. Mendapatkan tanganmu menyentuh rambutku dan tertawa. Layaknya yang sering engkau lakukan. Aku lelah ayah. Aku butuh istirahat. Aku butuh seseorang untuk menukar pikiran tentang rencana masa depanku. Aku seperti kehilangan satu bagian dari tubuhku. Meskipun aku mencoba kuat, meskipun ada abang di sini, tetap saja, dia tidak mampu menguatkan kami terlebih diriku.

Ayah, meskipun banyak hal yang terjadi, aku masih mampu tersenyum dan tertawa di depan teman-temanku, kecuali sahabatku yang mulai lelah dengan ceritaku, dengan tangisanku dan blog ini yang mulai dipenuhi dengan ceritaku. Tapi, ayah.. Ada sebuah berita bahagia juga, ada jalan yang tiba-tiba muncul setelah semuanya terjadi. Aku berharap ayah melihatnya dan mengantarkanku pergi ke sana nantinya. Tapi itu tidaklah mungkin, ini hanyalah sebuah cita-cita ayah yang ingin ayah lihat namun belum terjadi dulunya. Semoga saya rencana ini menjadi sebuah masa istirahat untukku. Amin....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews