Perkenalkan
Nama Saya Siti Rahmah, saya lahir di Banda Aceh dan dibesarkan juga di Banda Aceh.
Saya masih ingat, ketika saya di waktu kecil sangat menyukai bermain bersama teman-teman. salah satunya adalah menaiki sebuah pohon yang sangat terkenal di dekat rumah saya, Pohon Jambe Kleng namanya. Kalau saya sudah memanjati pohon itu, kadang saya lupa kalau saya adalah seorang wanita dan teman seperjuangan saya dalam memanjati pohon itu adalah laki-laki semua.
Masih juga segar di kepala saya kalimat dari ibu saya,
"Adek... Aci kalon pue atra di ikeu!", (Adek, coba liat jenis apa di depan?) *red: maaf, maksudnya jenis kelamin.
Itu adalah kalimat yang dikatakan oleh ibu saya ketika saya sedang memanjat pohon di tersebut dan menjadi juara diantara anak-anak lelaki sekitar rumah.
Ada hal lain juga yang menarik, ketika saya berbicara tentang Aceh, terutama kampung saya, Ie Masen Kayee Adang. Kampung ini adalah kampung yang berada di pinggiran kota yang masih memiliki banyak kolam-kolam dan tanah kosong. Ah, tentu saja sekarang sudah berubah. Kalau dulu saya pernah sampai bertemu dengan seekor anjing gila di belakang rumah, hari ini sudah banyak rumah kosong yang tak terurus.
Hari Ini dan Malam Ini di Malaysia
Allah swt memang punya cara sendiri untuk mengajarkan manusia. Salah satunya untuk saya adalah Ia telah melemparkan saya di sebuah desa kecil dipinggiran Kuala Lumpur Malaysia.
Ah, malam ini saya hanya mendengar suara ade kecil, Nawal namanya yang menangis bersama suara kipas angin yang mendesing kencang.
Pemimpin di Malaysia
Bukan maunya saya, ketika saya terpilih menjadi seorang pemimpin di negara orang. Bukan juga menjadi mimpi dan tujuan saya untuk menjadi rival dari saudara saya sendiri.
Tahun lalu, ketika kampus saya ingin membentuk sebuah persatuan, saya masih ingat bahwa tujuan awal dari membuat persatuan ini adalah untuk mendapatkan akreditasi kampus dari DIKTI. Waktu itu, ketika musyawarah itu belum dilaksanakan beberapa orang sudah menunjukkan saya untuk menjadi pemimpin persatuan itu. Tapi, mentah-mentah saya menolaknya.
Hingga, suatu ketika entah mengapa pagi itu setelah shalat tahajud saya mendapatkan keteguhan hati untuk mencoba menjadi pemimpin di sana. Lalu, Saya hanya meminta kepada Allah,
"Ya Allah, Kalau memang ini baik untuk saya dan orang lain maka biarkanlah saya yang menjadi pemimpinnya"
Ternyata apa yang saya khawatirkan terjadi di sini dan do'a saya terjawabkan oleh Allah. yaitu saya menjadi pemimpin di sini.
Dan Saya Tahu, Saya Siapa
Saya tahu bahwa saya adalah seorang wanita yang memiliki postur badan yang kecil, yang waktu itu masih menduduki kuliah di semester 8 (jika di Aceh), sedangkan di Malaysia sedang menduduki semester 2.
Saya juga ingat, saya adalah salah satu orang mahasiswa Degree atau Sarjana yang mendapatkan Beasiswa dari pemerintah Aceh.
Dan saya juga tahu, Bahwa saya memiliki kecenderungan untuk mengutamakan perasaan daripada pikiran saya, karena memang begitulah wanita pada hakikatnya.
Dan Hanya Perlu SesaatPernah suatu ketika, saya harus mencari data untuk keperluan skripsi saya di sebuah kampus, dan ketika itu saya bertemu dengan seorang teman dari Aceh. Awalnya menyenangkan bisa mengenal teman dari kampus lain dan belajar tentang organisasi di luar negeri dengan Ia, namun tiba-tiba beliau berkata :
"Kita itu orang Aceh jadi mari kita besarkan nama Aceh dengan menggunakan apa yang ada di tangan kita."
Saat itu, saya masih menduga-duga apa maksud dari perkataan itu. Maklum saja, saya hanya seorang mahasiswa yang dulunya hanya berorganisasi secara sosial dan bukan mahasiswa yang berpolitik.
Saya Benci Politik
Tak lama setelah itu, saya akhirnya mengerti maksud dari semua itu. Karena tidak hanya muncul dari teman kampus tersebut saja, tapi juga muncul dari kampus lainnya di Malaysia yang saya datangi. Lalu, sayapun bertemu dengan teman-teman dari Aceh di kampus saya sendiri.
Sejak awal, saya membenci politik dan tidak pernah mau ikut campur dengan dunia perpolitikan baik itu di lembaga dakwah maupun di kampus. Tapi, ternyata sayapun terjebak dengan 'itu'. Hingga saya, Harus sedikit-demi sedikit mencari tahu tentang dunia politik yang positif.
Dan Lagi, Saya Memang Wanita
Mungkin paragraf ini lebih baik tidak tertulis. Yang bisa saya katakan adalah Saya masih perlu bimbingan dan saya juga masih perlu bantuan orang lain dan saya tidak sedikitpun berkeinginan untuk menjatuhkan marwah laki-laki.
Yang saya tahu, menjadi pemimpin itu adalah kesediaan untuk menambah beban di atas bahu dimanapun kita berjalan.
Adalah saat ini
Ah, masih ingat, waktu itu saya dipanggil di malam hari untuk melakukan perjumpaan dengan teman Aceh dan di malam itu saya mendapati bahwa ternyata saya bagi 'mereka' bukan lagi orang Aceh dan teman itu berkata bahwa kedepan acara dari persatuan saya tidak akan ada yang membantu. Saya awalnya hanya memilih untuk diam ketika waktu itu terjadi, karena disaat yang sama keesokan harinya saya harus mengumpulkan skripsi saya kepada dosen di kampus saya.
Yang saya ingat, sebelum saya berangkat ke Malaysia.
Wanita yang selalu menjaga saya dan sekarang dia hanya sendiri berpesan, "Jaga diri baik-baik dan berbuat baik dengan orang lain"
Lalu, ketika saya menjadi pemimpin, wanita itu berkat, "jadi pemimpin yang amanah ya, dek.. ".
Dan sekarang, saya hanya sedang berusaha untuk menjadi pemimpin yang amanah itu, dengan tidak menyalahgunakan tanggung jawab itu sendiri.
Kadang kala, saya harus terdiam dan berfikir sejenak, waktu itu siapa yang telah memilih saya dan ternyata adalah orang Aceh sendiri, dan kini saya juga dihadapkan oleh kondisi bahwa orang aceh juga yang menganggap saya bukan bagian dari itu. Hingga apapun yang saya lakukan atas nama persatuan itu dianggap bukan bagian dari itu semua.
Malam ini,
Saya hanya berharap, agar Allah swt menjaga saya dan membuat urusan-urusan ini berjalan lancar.
Kalau memang, Aceh itu ingin menjadi dikenal dan besar, kenapa ia harus selalu dibangun dalam sebuah kotak yang cantik dengan isi yang ada di dalamnya.
Mengapa tidak merubahnya menjadi kotak yang terbuka dan isinya keluar tanpa harus lupa siapa dirinya.
Dan juga, saya selalu mengingat sebuah ayat dalam Al-qur'an:
"Wahai Manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti." (Al-Hujarat : 13)
Nama Saya Siti Rahmah, saya lahir di Banda Aceh dan dibesarkan juga di Banda Aceh.
Saya masih ingat, ketika saya di waktu kecil sangat menyukai bermain bersama teman-teman. salah satunya adalah menaiki sebuah pohon yang sangat terkenal di dekat rumah saya, Pohon Jambe Kleng namanya. Kalau saya sudah memanjati pohon itu, kadang saya lupa kalau saya adalah seorang wanita dan teman seperjuangan saya dalam memanjati pohon itu adalah laki-laki semua.
Masih juga segar di kepala saya kalimat dari ibu saya,
"Adek... Aci kalon pue atra di ikeu!", (Adek, coba liat jenis apa di depan?) *red: maaf, maksudnya jenis kelamin.
Itu adalah kalimat yang dikatakan oleh ibu saya ketika saya sedang memanjat pohon di tersebut dan menjadi juara diantara anak-anak lelaki sekitar rumah.
Ada hal lain juga yang menarik, ketika saya berbicara tentang Aceh, terutama kampung saya, Ie Masen Kayee Adang. Kampung ini adalah kampung yang berada di pinggiran kota yang masih memiliki banyak kolam-kolam dan tanah kosong. Ah, tentu saja sekarang sudah berubah. Kalau dulu saya pernah sampai bertemu dengan seekor anjing gila di belakang rumah, hari ini sudah banyak rumah kosong yang tak terurus.
Hari Ini dan Malam Ini di Malaysia
Allah swt memang punya cara sendiri untuk mengajarkan manusia. Salah satunya untuk saya adalah Ia telah melemparkan saya di sebuah desa kecil dipinggiran Kuala Lumpur Malaysia.
Ah, malam ini saya hanya mendengar suara ade kecil, Nawal namanya yang menangis bersama suara kipas angin yang mendesing kencang.
Pemimpin di Malaysia
Bukan maunya saya, ketika saya terpilih menjadi seorang pemimpin di negara orang. Bukan juga menjadi mimpi dan tujuan saya untuk menjadi rival dari saudara saya sendiri.
Tahun lalu, ketika kampus saya ingin membentuk sebuah persatuan, saya masih ingat bahwa tujuan awal dari membuat persatuan ini adalah untuk mendapatkan akreditasi kampus dari DIKTI. Waktu itu, ketika musyawarah itu belum dilaksanakan beberapa orang sudah menunjukkan saya untuk menjadi pemimpin persatuan itu. Tapi, mentah-mentah saya menolaknya.
Hingga, suatu ketika entah mengapa pagi itu setelah shalat tahajud saya mendapatkan keteguhan hati untuk mencoba menjadi pemimpin di sana. Lalu, Saya hanya meminta kepada Allah,
"Ya Allah, Kalau memang ini baik untuk saya dan orang lain maka biarkanlah saya yang menjadi pemimpinnya"
Ternyata apa yang saya khawatirkan terjadi di sini dan do'a saya terjawabkan oleh Allah. yaitu saya menjadi pemimpin di sini.
Dan Saya Tahu, Saya Siapa
Saya tahu bahwa saya adalah seorang wanita yang memiliki postur badan yang kecil, yang waktu itu masih menduduki kuliah di semester 8 (jika di Aceh), sedangkan di Malaysia sedang menduduki semester 2.
Saya juga ingat, saya adalah salah satu orang mahasiswa Degree atau Sarjana yang mendapatkan Beasiswa dari pemerintah Aceh.
Dan saya juga tahu, Bahwa saya memiliki kecenderungan untuk mengutamakan perasaan daripada pikiran saya, karena memang begitulah wanita pada hakikatnya.
Dan Hanya Perlu SesaatPernah suatu ketika, saya harus mencari data untuk keperluan skripsi saya di sebuah kampus, dan ketika itu saya bertemu dengan seorang teman dari Aceh. Awalnya menyenangkan bisa mengenal teman dari kampus lain dan belajar tentang organisasi di luar negeri dengan Ia, namun tiba-tiba beliau berkata :
"Kita itu orang Aceh jadi mari kita besarkan nama Aceh dengan menggunakan apa yang ada di tangan kita."
Saat itu, saya masih menduga-duga apa maksud dari perkataan itu. Maklum saja, saya hanya seorang mahasiswa yang dulunya hanya berorganisasi secara sosial dan bukan mahasiswa yang berpolitik.
Saya Benci Politik
Tak lama setelah itu, saya akhirnya mengerti maksud dari semua itu. Karena tidak hanya muncul dari teman kampus tersebut saja, tapi juga muncul dari kampus lainnya di Malaysia yang saya datangi. Lalu, sayapun bertemu dengan teman-teman dari Aceh di kampus saya sendiri.
Sejak awal, saya membenci politik dan tidak pernah mau ikut campur dengan dunia perpolitikan baik itu di lembaga dakwah maupun di kampus. Tapi, ternyata sayapun terjebak dengan 'itu'. Hingga saya, Harus sedikit-demi sedikit mencari tahu tentang dunia politik yang positif.
Dan Lagi, Saya Memang Wanita
Mungkin paragraf ini lebih baik tidak tertulis. Yang bisa saya katakan adalah Saya masih perlu bimbingan dan saya juga masih perlu bantuan orang lain dan saya tidak sedikitpun berkeinginan untuk menjatuhkan marwah laki-laki.
Yang saya tahu, menjadi pemimpin itu adalah kesediaan untuk menambah beban di atas bahu dimanapun kita berjalan.
Adalah saat ini
Ah, masih ingat, waktu itu saya dipanggil di malam hari untuk melakukan perjumpaan dengan teman Aceh dan di malam itu saya mendapati bahwa ternyata saya bagi 'mereka' bukan lagi orang Aceh dan teman itu berkata bahwa kedepan acara dari persatuan saya tidak akan ada yang membantu. Saya awalnya hanya memilih untuk diam ketika waktu itu terjadi, karena disaat yang sama keesokan harinya saya harus mengumpulkan skripsi saya kepada dosen di kampus saya.
Yang saya ingat, sebelum saya berangkat ke Malaysia.
Wanita yang selalu menjaga saya dan sekarang dia hanya sendiri berpesan, "Jaga diri baik-baik dan berbuat baik dengan orang lain"
Lalu, ketika saya menjadi pemimpin, wanita itu berkat, "jadi pemimpin yang amanah ya, dek.. ".
Dan sekarang, saya hanya sedang berusaha untuk menjadi pemimpin yang amanah itu, dengan tidak menyalahgunakan tanggung jawab itu sendiri.
Kadang kala, saya harus terdiam dan berfikir sejenak, waktu itu siapa yang telah memilih saya dan ternyata adalah orang Aceh sendiri, dan kini saya juga dihadapkan oleh kondisi bahwa orang aceh juga yang menganggap saya bukan bagian dari itu. Hingga apapun yang saya lakukan atas nama persatuan itu dianggap bukan bagian dari itu semua.
Malam ini,
Saya hanya berharap, agar Allah swt menjaga saya dan membuat urusan-urusan ini berjalan lancar.
Kalau memang, Aceh itu ingin menjadi dikenal dan besar, kenapa ia harus selalu dibangun dalam sebuah kotak yang cantik dengan isi yang ada di dalamnya.
Mengapa tidak merubahnya menjadi kotak yang terbuka dan isinya keluar tanpa harus lupa siapa dirinya.
Dan juga, saya selalu mengingat sebuah ayat dalam Al-qur'an:
"Wahai Manusia, Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan Maha Teliti." (Al-Hujarat : 13)
kakak psikolog hana ubat!
BalasHapus:P
tulis inilah ubatnya. :p
BalasHapushan ek ta khem >,<
BalasHapusbek khem khem.
BalasHapusehem ehemmm...
BalasHapus