rel='shortcut icon'/>

Kamis, 05 November 2015

Unfinished Business (part 1)

Unfinished business. 
Ketika saya mendengarkan kata-kata ini awalnya saya berfikir tentang dia, dia dan dia. 

Saya mensyukuri, saat ini saya menemukan sebuah tempat yang cukup nyaman dan memberikan banyak energi positif untuk saya. Bahagia rasanya ketika saya menemukan mereka memberika ketulusan yang sebelumnya saya lupakan atau mungkin sudah saya tutup rapat-rapat.

Berkuliah di MAPRO (master profesi) psikologi klinis membuat saya memahami banyak hal. membuat saya menyadari bahwa setiap orang pasti menyimpan sesuatu yang mereka rasa itu pedih, menyakitkan bahkan mungkin terkadang merobek-robek hati dan belahan hidup mereka, meski terkadang setiap orang memilih untuk diam dan menyimpannya sedalam-dalamnya.

"Kenali dulu tentang diri kalian, baru nanti kalian akan dengan baik akan mengenal klien kalian. cobalah untuk menyelesaikan semua unfinished business kalian".

Dalam psikologi, unfinished business dikenal sebagai suatu pengalaman yang kita dapatkan semasa hidup kita sebagai hal yang kita maknai tidak menyenangkan dan membuat kita menjadi tidak nyaman. bahkan bisa dikatakan sebagai hal/sesuatu yang belum terselesaikan dengan orang lain atau lingkungan kita yang lalu.


Dan tak terkecuali saya. saya juga memiliki hal yang sampai saat ini belum terselesaikan. mungkin sudah 4/5 tahun yang lalu kasus ini terjadi. awalnya saya berfikir untuk bisa menyelesaikannya dengan bertemu dengan mereka. Tapi saya sendiri juga tidak terlalu paham, mengapa akhirnya saya juga tidak bisa bertemu dengan mereka. meskipun terkadang kami sudah bisa bersapa di media sosial, tapi saya merasa bahwa saya masih tidak meyelesaikan semuanya.

Lalu akhirnya, saya memutuskan untuk menuliskannya di blog ini dan berharap suatu hari dia bisa membacanya. atau mungkin setidaknya saya kembali mengkatarsis diri saya lagi dan mencoba untuk menerima hal apa yang terjadi saat itu.

Bersambung...

2 komentar:

Total Pageviews