rel='shortcut icon'/>

Rabu, 30 April 2014

Sesuatu yang Berubah

Dulu, ketika saya masih merupakan mahasiswa di salam satu universitas di Banda Aceh. Saya memiliki mimpi untuk menjadi salah satu mahasiswa teladan, Cumlaude. Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan gelar itu karena bagi saya mendapatkan nilai B atau C dari dosen, saya sudah mengucap syukur dalam do'a. Tapi, semuanya berubah ketika laki-laki tertua di rumah kami meminta saya dan meresa bahwa itu adalah kebanggaan baginya. Akhirnya sayapun belajar lebih rajin dan giat untuk mengejar harapannya.


Mudahkah?
Tidak ada yang instan dari sebuah perjuangan. Kadang kala saya harus mengigit bibir dan menangis ketika nilai yang saya dapatkan C atau E. Padahal saya sudah bersusah payah untuk bergadang membuat tugas dan laporan, atau mencari teman hacker untuk sekedar meminta tolong untuk mendapatkan akses jurnal ke luar negeri. Belum lagi dengan tugas kampus yang membuat saya pulang di jam 12 malam. Ah, tapi tetap saja semua itu terjadi dan laki-laki itu tetap saja mengelus kepala saya, seraya berkata "Besok-besok bisa dicoba lagi".

Hampir 9 bulan sudah saya lulus dengan predikat yang diharapkan oleh laki-laki tertua di rumah kami. Bahkan Alhamdulillah memiliki dua predikat tersebut. Diluar harapan saya. Namun, semenjak Dia sudah tidak lagi berada di antara kami, saya merasa bahwa itu semua menjadi tanpa arti.

Di hari penyerahan gelar tersebut, jika orang lain kebanyakan merayakannya dan mengambil banyak foto untuk graduation-nya. Saya memilih untuk bergegas menyelesaikannya dan pulang.

Banyak hal yang berubah dalam diri saya semenjak dia pergi. Saya lebih suka untuk menenggelamkan diri dengan belajar dan belajar dan tidak terlalu memikirkan kegiatan lainnya waktu itu atau membicarakan tentang sosok yang serupa dengannya. Untuk apa? Hanya saja saya merasa lebih nyaman dengan seakan-akan lupa dengan kejadian 3 tahun yang lalu.

Namun sampai sekarang saya masih saja belum bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan air mata jika sekeliling saya ada keluarganya yang meninggal. Entahlah. Baru-baru ini saya mendapatkan kabar dan mengunjungi seorang teman yang kakak kandungnya meninggal dunia karena kecelakaan. Malam itu setelah selesai dengan kegiatan penuh di kantor Aceh Charity, saya bergegas menuju ke rumahnya. Ketika bertemu dengan gadis itu dan merangkulnya, dia menangis dalam balutan mukenanya dan meminta saya untuk mendo'akan, agar kakaknya menjadi bagian dari bidadari di surga. Saya mengganguk dan memeluknya dan menahan air mata yang keluar. Lalu memilih untuk diam. 

Saya tahu bahwa tidak ada hidup yang benar-benar akan kekal ataupun tidak melukai kita. Kehilangan mungkin memang akan kita alami terutama kehilangan seseorang. Baik itu karena ditinggal jasad yang berbeda, perpisahan hati, atau perpisahan kebersamaan. Apapun alasannya semuanya memiliki makna yang yang berbeda dalam diri kita. Memaknai itu semua setidaknya memberikan sebuah nilai yang baru tentang hidup kita. Kehidupan yang serta merta bukan harga atau harga diri yang kita kejar, tapi kedekatan hati dan raga bersama dengan Allah.

Ah, Allah selalu punya caranya mengajar nilai dan kekuatan. Sebab ketika kita sudah mulai ingin menjaga nilai itu, kita juga akan 'dihadiahi' dengan cobaan yang lain yang membuat kita semakin  menggilai nilai itu atau mungkin membuyarkannya.

Semoga bertahan dengan nilai yang diajarkan Allah.
Terima Kasih. :)

2 komentar:

Total Pageviews