rel='shortcut icon'/>

Senin, 06 Desember 2010

Jangan Samakan Ibuku dengan Ibumu

Jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Matahari tak hanya hadir satu arah di wajahnya,
Tapi di setiap sudut dimensi kehidupannya.
Pelangi tak terlukis di wajahnya,
Tapi terukir di setiap denyut nadinya.

Jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Debaran jantungnya selalu hadir,
Dalam setiap khayal mimpiku.
Topeng yang ia punya tak banyak,
Hanya senyuman dan air mata

Jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Biar wajahnya penuh jelaga hitam pekat,
Tapi, itu yang selalu yang aku mimpikan.
Biar peluh membasahi tubuhnya,
Tapi, itu yang selalu inginku peluk.
Biar parfum dapur menghiasi dasternya,
Tapi, itu yang selalu inginku hirup.


Ku mohon, jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Jika malam datang, aku ketakutan di bilikku,
 Ia akan datang, menemaniku hingga tidur lelapku.
Jika masa sakitku tiba, aku merintih dan menyesali hidupku,
Ia akan datang, hanya ‘tuk menemaniku.
Jika emosi membakarku tiba,
ia hanya diam dan tak berkata-kata.
Jika jiwa malaikat menghampiriku,
ia menitikkan air mata dan tersenyum,
Senyuman dari pelagu syair rindu.

Sekali lagi, jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Raganya dapat menjadi milik siapapun dan tersakiti oleh berbagai goresan, irisan, bahkan luka yang menganga.
Jiwanya boleh kau pinta dan kau boleh saja, menanamkan berjuta dengki, serta bibit-bibit kehidupan yang kelam,
Yang tak akan pernah mekar dan tumbuh dalam sanubarinya.

Tapi, tahukah kau, sahabat..
Jangan lagi kau samakan ibuku dengan ibumu.
Di setiap sepertiga malam-Nya,
Lirih, pilu, sesak, membasahinya,
Ia lirih, melihat diriku yang menjelma menjadi dewasa,
Bukan gadis kecil miliknya lagi.
Ia pilu, jika mengingat akan kepergianku yang tak lama lagi.
Layaknya bunga yang telah mekar, yang akan kehilangan sarinya.
Ia sesak, jika ia mengingat siapa nanti yang akan menemani perjalanan hidupku.
Bahagiakah aku atau sedih.

Tapi, kau tahu, sahabat…
Tak ada pepohonan yang selalu rimbun.
Wajah malaikat itu akan selalu hadir…
Jika diriku bahagia dan ia mendapatiku selalu mengingatnya.
Ia bahagia, sahabat…
Jika garis tanganku telah utuh.
Dan tugasnya berakhir.

Dan jangan….
Ia tak pinta satupun barang dariku,
Tak satupun bunga,
Tak satupun puisi,
Tak satupun kata,
Tapi… yang ia pinta hanya do’a dariku untuknya,
Agar ia dapat menjalani dunia keadilan yang tak terelakkan,
Hanya itu, sahabat…

Itu ibuku….
Ibuku yang tak pernah tertidur di malam hari, karena harus menopangku.
Ibuku yang harus menerima tubuhnya yang tak seindah biola yang berdawai lagi.
Tubuhnya membengkak, sahabat…

itu ibuku….
Ibuku yang merintih kesakitan, ketika rahimnya terkoyak-koyak.
Ketika sakit itu meluluhlantakkan sendi-sendinya,
Ketika setiap detak jantung dan helaan nafasnya yang tak menentukan hidupnya,
Ketika malamya tak pernah tertidur, ‘tuk menjagaku,
Ketika langkah tatihku goyang, ia menggengamku,

Hari-harinya selalu aku isi dengan kata-kata,
Renggekanku,
Tangisanku,
Ia sabar,
Bahkan kata-kata kasar yang meluncur dari mulutku,
Ia masih tetap diam,

Satu kata yang terakhir yang kupinta darimu, sahabat…
Jangan samakan ibuku dengan ibumu.
Ia segalanya bagiku.

Harapku padamu, sahabat…
Moga ibumu bahagia.

Banda Aceh, 24 Desember 2009

==========================================================================

Teman, ini adalah kisah tentang ibuku dan ibumu. tak banyak memang yang mereka punya, hanya sebuah tubuh yang mulai lemah termakan oleh usia yang terus berjalan. usianya pu tak lagi sepanjang usiamu. tapi, ia masih tetap mengharapkan sebuah kebahagiaan atas kita.


teman. Yuk kita bersama-sama membuat sebuah kebahagiaan untuknya... :)


5 komentar:

  1. :D ...nice poet...

    http://artpoe.co.cc

    BalasHapus
  2. kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjng masa
    hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia

    *lagu TK :)

    BalasHapus
  3. bagus, anak pintar.. Ini coklatnya.. :)

    BalasHapus

Total Pageviews