rel='shortcut icon'/>

Kamis, 12 April 2012

Review Book : Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ~ Tere Liye dalam Perspektif Psikologi

" Daun yang jatuh tak pernah membenci angin".

Ketika pertama sekali aku mendengar judul buku ini, ada sesuatu yang terbersik dalam hati. tentang sebuah keikhlasan dan ketulusan. Tapi saat itu aku belum mengerti, apa yang dimaksud dalam buku ini.

Awalnya, melihat cover buku ini, entah mengapa aku seperti menemukan sebuah kekuatan tentang seseorang yang pergi meninggalkan dan tentang sebuah perjalanan hidup yang harus diterima.

Buku ini sendiri memiliki sampul buku yang berwarna hijau, di depannya terdapat gambar lukisan abstrak selembar daun yang tertulis judul buku tersebut. Sedangkan di bagian belakang covernya terdapat dua lembar daun yang aku rasa itu jatuh, dan berlubang yang latar belakangan dengan warna coklat yang buram. hm... covernya saja sudah menunjukkan gambaran ketulusan, tentang warna-warna yang tidak dipertegas. Gambaran tentang daun yang berlubang dan jatuh, yang tidak pernah meminta situasi mengubahnya. Ada juga warna tulisan judul ini yang berwarna putih. Menurutku,buku ini benar-benar mengajarkan ketulusan.

Hal lainnya yang kemudian membuatku semakin jatuh cinta dengan buku ini adalah kata-kata yang dipilihkan oleh penulisnya sebagai pembuka bagi siapa saja yang hendak membeli buku ini. Sinopsisnya!

Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu
dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan,
tempat berteduh, sekolah, dan masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih 
sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharapkan budi sekali pun. Dan 
lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat bagi keluarga kami. Tak pantas, 
Maafkan aku, ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul
tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menggangapku lebih 
dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah... biarlah aku luruh ke bumi
seperti sehelai daun... daun yang tidak membenci angin meski
harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.

Jujur saja, ketika aku membaca sinopsis itu, ada sebuah pukulan dalam hatiku. Tentang sesuatu yang selalu aku pelajari dalam psikologi.

Kami menyebutnya Idealis vs Realita.

Banyak dari kita menginginkan berbagai hal terjadi dalam hidup kita. Tentunya hal-hal baik yang kemudian ingin kita miliki.
Idealnya, wanita cantik untuk laki-laki yang ganteng.
Idealnya, aku punya suara yang bagus, otomatis jadi penyanyi dong.
atau mungkin..
Idealnya, aku orang terkenal, semua orang harus tunduk padaku.
(hehe.. itu cuma idealnya aja, pura-pura ^^)

Tapi ya... Nama hidup atau realita kehidupan. tidak semua hal yang kita inginkan benar-benar terjadi dengan kenyataannya. Layaknya sebuah hubungan antara manusia. kadang kala kita menjaga hubungan tersebut agar tetap stabil dan tidak memiliki masalah, tapi tetap saja, sebuah bangunan yang tetap saja akan bergoyang ketika angin berguncang, atau mungkin ketika gempa bumi terjadi.
This is life!!
Itulah yang terjadi dalam hidup, dalam ilmu psikologi positif ada yang dinamakan dengan Flow.

Flow dalam psikologi positif dikenal sebagai hal dimana kita menikmati segala sesuatu yang terjadi dalam diri kita. dalam wikipedia dikatakan bahwa flow adalah:

the mental state of operation in which a person in an activity is fully immersed in a feeling of energized focus, full involvement, and success in the process of the activity

atau dengan kata lain flow adalah memfokuskan diri dalam apa yang kita miliki sekarang, bukan pada sesuatu yang kita kerjakan. inilah yang kemudian aku juga temukan dalam buku ini. ^^

Seluruh buku ini dalam setiap chapter-nya, aku menemukan bahwa penulis ingin menunjukkan bahwa jangan pernah membenci apapun yang terjadi dalam hidup ini. Tidak membenci siapapun, apapun dan melampiaskannya pada hal-hal yang tidak berguna pula. Namun menerimanya dengan sepenuh hati dan berterimakasih atas apa yang terjadi dalam diri kita. Sehingga kita dengan sendiri masih mampu merasakan hembusan nafas yang kita miliki. This is flow. ^^b


So, sebagai penutup dari tulisan ini, aku sangat, sangat, sangat merekomendasikan teman-teman untuk membaca buku ini. buku ini hanya cerita yang sederhana yang muncul dalam kehidupan sehari-hari kita. sebuah kisah memberikan dengan tulus, lalu menerima dengan tulus, serta mencintai dalam diam dan ketulusan. Really, nicely book.

And, aku harap teman-teman bisa menjadikan buku ini sebagai koleksi tambahan buku teman-teman. ^-^

ok, bye-bye..

2 komentar:

Total Pageviews