rel='shortcut icon'/>

Rabu, 16 Februari 2011

Lelaki itu Bernama Ayah

Sudah tiga hari ayah masuk rumah sakit. alat-alat itu tetap saja menemani tiap waktunya. mulai yang paling sederhana, selang infus, tabung oksigen, pendeteksi jantung dan pernafasan dan alat lainnya yang aku sendiri tidak pernah menatapnya di layar televisi manapun. namun ayah tetap saja di ruangan itu dan tubuhnya yang semakin kurus.

Mereka bilang itu ruang ICU. ruangan yang kebanyakkan digunakan jika pasien membutuhkan perhatian khusus pada masa sakitnya. banyak perawat yang merawat lelaki kami itu, ayah. ruang itu kecil, dan bertambah kecil dengan ayah yang bersangkut paut dengan peralatan tersebut. Ayah mendapatkan perawatan yang intensif dalam kondisi ketidaksadarannya.

Sejak beliau sakit yang selalu menjaganya adalah bunda, kakak dan abang. yang tak pernah sedikitpun luput menemaninya dan senantiasa menjaganya. bunda yang selalu saja memintaku untuk mendo'akan ayah dan senantiasa duduk di samping kekasih dunianya. abang dan kakak yang baru saja mengenapkan kesuksesan pendidikannya setelah sidang dan sesaat lagi menanti hari keluarga kami berbahagia, wisuda. kebahagiaan atas kesuksesan kedua anaknya yang tertua. bulan 3 itu, bulan kami merencanakan untuk berfoto keluarga dan sedikit membuat acara keluarga. keluarga kecil yang menjadi kebahagiaan sendiri bagi kami.

Sebagai anak ketiga dari 4 bersaudara, aku hanya diizinkan untuk tetap berada di rumah bersama adik terkecil kami, yang belakangan ini masih tetap tersenyum dan bermain meskipun awalnya ia menangis ketika kepulangan sekolah harus berkunjung ke rumah sakit. adik kecil kami yang kami harap bisa menjadi hadiah kecil kebahagiaan yang tidak bisa kami berikan pada ayah dan bunda.

Ayah memang bukan lelaki yang sempurna, tetapi ia adalah laki-laki yang luar biasa yang pernah kami temui. lelaki yang dulu pernah mengangkatkanku ketika aku jatuh pingsan di kamar mandi, mengendongku dan berlari bersama mengenapkan hobi kami makan mie. atau ketika kami berkunjung ke 'alue naga' untuk menjaring ikan di laut. bahkan ketika usia senjanya yang mencapai 50-an masih tetap memikirkan tentang kesuksesan kami nantinya.

Beliau bukan malaikat atau seorang bunda yang lemah lembut dalam mendidik kami, bahkan emnjadi seorang ustadz yang selalu mengajarkan kami mengaji. ayah adalah laki-laki yang mengajarkan kami bagaimana menanam dan engkau nantinya akan memetik hasilnya.  bagaimana sebuah kejujuran dan kepercayaan adalah sebuah harga mahal dari kehidupan. beliau adalah laki-laki yang memberikan kesempatan bagi kami untuk berjalan dan berlari sebebas yang kami mau dan mampu. tanpa pernah melarangnya sedikitpun. semua ia lakukan hanya dengan sebuah label 'kepercayaan' dan 'kejujuran'.

Tapi, kini lelaki kami telah sakit. tubuhnya rentang, sakit. Allah sedang mengampuni dosa-dosanya dan mengajarkan kami untuk tabh dan semakin mencintai Allah, karena ia adalah Tuhan yang Maha pencemburu. Allah juga meminta kami untuk mencintainya dan menjaga ayah agar dapat kembali bersama-sama dengan kami. tubuh lelaki luar biasa kami kini tak bergerak, ia tertidur karena caira bius yang tak pernah henti. sakit di parunya karena lendir-lendir itu telah menyergapnya. lelaki kami kini hanya bernfas dengan bantuan alat. nafasnya terdengar begitu sulit karena lendir yang kini telah memenuhi rongga paru-parunya. sakit?! aku juga tak tahu...

Kakak dan abang bilang, kalau ayah harus sembuh untuk melihat mereka wisuda dan mereka percaya bahwa ayah adalah lelaki yang luar biasa. begitu juga denganku.

Semoga Allah mendengarkan do'a-do'a hamba-Nya dan memberikan kesembuhan pada ayah.. amin..

#3 hari ayah dirawat di rumah sakit di ruang ICU. 17 Februari 2011

Minggu, 13 Februari 2011

Aku Suka Hujan


Hujan....
aku suka hujan.
menyukai tiap tetasan air yang menyentuh tanah, dengan aromanya yang membuatku berhenti sejenak. berdetak dan kadang tak berdaya terlena olehnya.

Aku suka hujan.
Apalagi, ketika aku melihatnya jatuh di atas jemari tanganku dan berbaur dengan lintasan takdirku. merasakan gengamannya di atas suaranya yang merdu. terkadang, aku terbuai dalam dekapannya.

Aku suka hujan.
kadang ia menangis bersama air mataku dan mendengarkan rintihan pedihku. bahkan mungkin, membuatku tertawa dan tersenyum kembali.

Kurasa cukup sudah. jika aku harus mengukirnya lagi dalam benakku. bahkan kadang, membawaku dalam deruhnya.

Aku mendambakannya, hadir dan bersatu dalam nadiku..


# hujan turun, akupun menantinya.. 14 februari 2011

Sabtu, 12 Februari 2011

Tutup Jendela

Sama seperti hari-hari biasanya. ibuku tetap saja ke sekolah dan menjadi seorang guru yang baik dengan mengajarkan semua murid-muridnya. ibu berkata, " akhir-akhir ini murid-muridnya semakin senang ketika mengikuti proses belajar mengajar", bagus lah kalau begitu. ya, kebetulan ibuku mengajarkan pelajaran mengaji di sekolah sebagai salah satu kewajibannya sebagai guru BK.

Ya.. itu hanya sebuah cerita tentang ibuku yang semakin sibuk di masa kuliahku di semester 6. di kala nenek datang dan menjadi penghuni di rumah serba sederhana ini. abang dan kakak yang sedang sibuk-sibuknya menyiapkan kebutuhan untuk wisuda mereka. ya.. wisuda... the goal of your study. i think that's real.. berhubung hampir semua orang menantikan kejadian tersebut. begitu juga denganku.

How about my father? ayahku lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sejak ia jatuh sakit dan candu rokok dan kopinya berhenti. tapi aku tak tahu apakah itu hanya sejenak atau mungkin selamanya. hm... sampai akhirnya ia juga punya hobi baru akhir-akhir ini. eating.

bagiku, semua itu adalah cerita yang terjadi padaku akhir-akhir ini dikala sebuah teror baru muncul dibenakku dan siap-siap menerkam waktu-waktuku. semester 6 menjadi bahan baru di kampusku.

hampir rata-rata dosen beranggapan bahwa ini adalah semester yang membuatmu akan semakin mencekam dan mungkin, akan mencintai dan membencinya. ya.. mencintai dan membenci alat tes. alat tes yang kami gunakan untuk mendiagnosa orang-orang yang mungkin, oneday.. datang mengunjungi kami. testee...

tak masalah, jika semua orang meributkan tentang semester 6 di kampus. yang aku pikirkan adalah sebuah situasi baru yang harus dengan lapang dada aku terima. hm.. menjadi psikolog. dan itu kini telah tertutup dan terkunci rapat dan menjadi sebuah realita hidup yang harus aku tempuh.

Kadang kala aku berfikir, apa aku siap menjadi seorang psikolog atau mungkin memikirkan tentang kondisi orang lain, dikala orang lain saja tak memperdulikan dia atua mereka yang butuh diperhatikan. aku juga mulai memikirkan mau kenapa diriku, setelah ini?! teman-temanku sudah mulai menentukan mereka akan menjadi klinisi, perkembangan, sosial, bahkan menjadi psikolog industri. tapi, aku saja belum meyakini sepenuhnya akan masuk dalam klinisi dan terjebak dalam situasi mereka dan dia.

Pernah suatu ketika, dibawah langit dan bertemankan lautan yang luas, aku ingin menjadi orang. orang yang mempu memotivasi orang lain dan memberikan mereka sebuah harapan bahwa hidup itu tak sekecil sebuah telapak tanganmu dan hilang dalam gelap. tapi hidup ini juga tak selebar daun kelor, layaknya pepatah mengatakan. artinya bahwa, hanya butuh menerima, bahwa hidup ini nyata dan semuanya ada waktunya.


Simpel dan tak perlu berlilit dengan teori-teori itu. psikoanalisa dengan unconciusness, kepribadian dengan id, ego dan super ego. Atau mungkin behavioral dan humanistik itu semua.. yang, bagiku hanya menjadi sebuah dongeng tentang masyarakat dulu yang akan berubah dalam setiap waktu.

terlalu mulukkah ?! aku juga tidak tahu. yang aku pikirkan adalah kebanyakkan orang butuh motivasi dan harapan dan aku inginkan itu dibalik kondisi kenyataan bahwa aku kini akan menjelma menjadi psikolog.

#tak ada label, yang ada hanya cerita..
Syiah Kuala Beach

Total Pageviews